KOMPAS.com – Informasi terkini mengenai kakao dan pengolahannya datang dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani pada Senin (7/12/2015). Saat bertemu dengan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Franky Sibarani mengatakan kalau provinsi tersebut cocok menjadi tujuan investasi kakao dan pengolahannya. “Pak Gubernur bilang di Sulsel ada produk coklat yang berorientasi untuk ekspor. Produk tersebut menggunakan brand daerah. Ke depan, Sulsel potensial dikembangkan sebagai daerah investasi sektor hilir kakao karena merupakan sentra produksi kakao nasional,” kata Franky kepada pewarta, sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas.com Andri Donnal Putra.
Franky, kemudian, mengutip data dari Kementerian Pertanian. Dia bilang, pada 2014, produksi kakao nasional mencapai 709.331 ton. Sementara, produksi kakao di Sulsel menyentuh angka 116.691 ton. Data secara keseluruhan menunjukkan nilai ekspor kakao Januari-September 2015 sudah mencapai 974 juta dolar AS.
Adapun hal lain yang menunjang kegiatan ekspor di Sulawesi Selatan adalah adanya Pelabuhan Makassar yang melayani aktivitas transportasi dengan taraf internasional. Sulawesi Selatan juga dinilai dapat menjadi hub atau sentra penghubung bagi wilayah Indonesia bagian timur lainnya untuk masuk komunitas pasar global.
Eropa
Sementara itu, catatan terkumpul Kompas.com menunjukkan, setahun silam, Duta Besar Indonesia untuk Uni Eropa, Belgia, dan Luksemburg Arif Hafas Oegroseno mengatakan Eropa adalah pasar paling potensial bagi produk kakao Indonesia. Menurutnya, Eropa adalah konsumen terbesar kakao di dunia. Pasar Eropa pun terbilang paling stabil.
Arif lebih lanjut membeberkan informasi bahwa ada aturan tunggal Uni Eropa yang memayungi perdagangan 28 negara anggotanya. Uni Eropa, sebagai kumpulan negara-negara industri, mengimpor 90 persen kebutuhan pangannya, termasuk kakao.
Selanjutnya, konsumsi cokelat masyarakat Uni Eropa mencapai 11 kilogram per kapita per tahun. Sedangkan, penduduk Asia hanya mengonsumsi 1 kilogram coklat per kapita per tahun.
Catatan Arif juga menunjukkan bahwa impor kakao Uni Eropa pada 2013 mencapai 4,447 miliar euro. Rinciannya antara lain 2,851 miliar euro biji kakao, 668 juta euro pasta kakao, 619 juta euro butter kakao, dan 133 juta euro bubuk kakao.
Berikutnya, masih di Sulawesi Selatan, sejak 1996, Mars Incorporated, perusahaan asal Amerika Serikat, sudah berinvestasi di Makassar. Perusahaan cokelat terbesar di dunia beromzet hingga 22 miliar dollar AS per tahun, sebagaimana informasi dari laman coklatmarun.wordpress.com, hadir dengan nama PT Mars Symbioscience Indonesia (MSI).
Catatan laman itu juga menunjukkan bahwa MSI adalah perusahaan pengolahan kakao menjadi cokelat kali pertama di Sulsel. MSI memilih Sulsel lantaran 80 persen kakao asal Indonesia dipasok oleh Sulsel.
Beranjak ke Sulawesi Tenggara (Sultra). Di Sultra, salah satu pabrik pengolahan biji kakao yang terbilang terkenal adalah milik Kalla Grup. Perusahaan milik keluarga besar Wakil Presiden Jusuf Kalla ini mengunakan nama PT Kalla Kakao Industri.
Pabrik di atas lahan seluas 5 hektare ini berada di Kabupaten Konawe Selatan. Kapasitas produksinya mencapai 35.000 ton per tahun. Pabrik mulai beroperasi sejak Mei 2014. Di pabrik itu, biji kakao diolah menjadi bubuk cokelat, cokelat cair, dan cokelat butter. Gudang penyimpanan kakao yang dimiliki berkapasitas 1.500 ton. Produksi cokelat ditujukan untuk ekspor ke sejumlah negara yang menyukai cokelat, seperti China, India, Australia, dan negara-negara di Timur Tengah. (Baca: Dua Komoditas Ini Jadi Andalan Kabupaten Kolaka)
______________________________________________________________
http://goo.gl/TrXXbp