- Desember 12, 2015
- Posted by: Divisi Media
- Categories: Artikel, Berita Umum
![](https://aoi.ngo/wp-content/uploads/2022/01/4a-1110x550.jpg)
Peran perempuan dalam pembangunan pertanian keluarga dan ketahanan pangan sangat strategis. Hal ini membuat Komite Nasional Pertanian Keluarga Indonesia yang bekerjasama dengan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan Aliansi Petani Indonesia (API) mengadakan seminar sehari “Peran perempuan dalam pertanian keluarga Indonesia. Seminar nasional ini diselenggarakan di Gedung Balai Kota Bogor pada Sabtu, 15 November 2014 sebagai rangkaian acara Bogor Organic Fair (BOF) 4 dan Family Farming 2014.
Mereka menyadari bahwa peran perempuan di sector pertanian sering termarginalisasi akibat budaya patriarki yang berkembang di masyarakat. Budaya patriarki menyebabkan pembagian kerja secara gender sehingga menimbulkan permasalahan.
“Perempuan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tidak memiliki akses yang sama dalam memperoleh kesempatan, tidak memiliki akses dalam penggunaan teknologi, tidak bisa mengorganisasi peran mereka terhadap alam, dan ketidakadilan terhadap akses dan kontrol dari hasil pertanian,” jelas Annisa, perwakilan dari IFAD (International Fund for Agricultural Development/Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian).
Padahal sebenarnya perempuan sangat berperan dalam keluarga maupun pertanian. Dalam keluarga, perempuan bertanggung jawab untuk merawat keluarga, mendidik anak-anaknya, menjaga ketahanan pangan, gizi, dan nutrisi keluarga, memantau perkembangan anak, dll.
Untuk pertanian, perempuan mampu ikut bekerja di sawah (melakukan penanaman, penyiangan, pemumpukan, pemeliharaan, pemanenan, dll). Hal ini dilakukan untuk menyediakan pangan bagi keluarga dan juga dunia. Akan tetapi, peran perempuan ini belum dapat diakui sehingga perempuan kadang hanya dilihat sebelah mata.
“Perempuan merupakan penyedia pangan keluarga yang berkontribusi atas 70% pangan dunia. Mereka bekerja rata-rata 17-18 jam per hari untuk keluarga dan pertanian, namun mereka tidak diakui sebagai tenaga kerja produktif,” ungkap DwiAstuti, perwakiland ari Bina Desa.
Perempuan yang ikut dalam pertanian keluarga mampu menyumbang dalam pendapatan rumah tangga. Seperti yang dijelaskan oleh Annisa, berdasarkan salah satu kasus yang ia tangani di daerah Indonesia Timur, sebagian perempuan di sana telah ikut dalam pertanian keluarga.
Mereka menjadi pencari nafkah utama sehingga mereka lebih dihargai. Mereka juga menjadi pengambil keputusan dalam pertanian. Hal ini membuat pendapatan rumah tangga mereka meningkat hingga empat kali lipat. Jika perempuan-perempuan di Indonesia mampu memaksimalkan perannya dalam pertanian keluarga, pastilah mereka bisa berkontribusi atas peningkatan pendapatan rumah tangganya.(Dilla/SNY)