Atasi Kekeringan, Petani di Manggarai Timur Kembangkan Budidaya Sorgum yang Tahan Iklim

Sekolah Lapang Iklim (SLI) 1 merupakan salah satu kegiatan edukatif dan partisipatif yang diselenggarakan pada tanggal 23–24 Mei 2025 di Desa Satar Padut, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30 peserta yang terdiri dari para petani anggota Kelompok Tani Maring Woja dan Damer, serta didukung oleh penyuluh lapangan dan narasumber ahli dari sektor pertanian.

SLI 1 bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, khususnya melalui budidaya pangan alternatif yang adaptif dan berkelanjutan. Salah satu fokus utama kegiatan ini adalah budidaya sorgum, yang diperkenalkan sebagai komoditas tahan kering dan ramah lingkungan.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk AYO Indonesia, Aliansi Organis Indonesia (AOI), penyuluh pertanian, dan narasumber teknis Bapak Mansianus Jemarus, SP, yang juga menjabat sebagai Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda. Acara dibuka dengan sambutan dari masing-masing perwakilan lembaga pendukung, yang menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya program ini dan komitmen terhadap penguatan ketahanan pangan lokal.

Materi yang disampaikan mencakup dampak perubahan iklim di wilayah Manggarai Timur, teknik budidaya sorgum organik dan berkelanjutan, serta tahapan teknis mulai dari pemilihan benih, pengolahan lahan, metode penanaman, pemupukan, hingga pengendalian hama. Peserta juga dikenalkan dengan tiga varietas sorgum unggulan yang akan ditanam di demplot, yaitu Bioguma, Suri 4, dan Super 1.

Kegiatan hari kedua difokuskan pada praktik langsung penanaman sorgum di demplot dengan perlakuan berbeda (organik dan berkelanjutan). Selain itu, peserta diberikan pelatihan tentang cara melakukan pengamatan pertumbuhan tanaman secara periodik setiap dua minggu untuk menilai efektivitas teknik budidaya yang digunakan.

Melalui Sekolah Lapang Iklim ini, para petani tidak hanya memperoleh pengetahuan teknis, tetapi juga didorong untuk lebih mandiri dan adaptif terhadap risiko iklim dalam upaya menjaga ketahanan pangan di tingkat lokal secara berkelanjutan.