Siaran Pers
BOF4 & Family Farming 2014: Rayakan Tahun Pertanian Keluarga 2014 untuk Pangan Lokal dan Organik
Bogor, 5 November 2014
Bogor Organic Fair yang keempat (BOF4) akan hadir kembali pada 14-16 November 2014 di Lapangan Sempur Bogor, Jawa Barat. Dalam suasana pencanangan Tahun 2014 sebagai Tahun Pertanian Keluarga oleh FAO, perhelatan akbar tahunan ini bertajuk BOF4 & Family Farming 2014.
“Tahun ini, BOF4 & Family Farming 2014 akan menyampaikan ke publik akan pentingnya Pertanian Keluarga untuk menghasilkan pangan organik dan lokal yang sehat, baik untuk masyarakat maupun lingkungan sekitarnya karena melihat pentingnya pola makan dan makanan yang sehat bagi tubuh dan kelangsungan generasi muda,” jelas Ani Purwati sebagai Ketua Panitia BOF4 & Family Farming 2014.
Dijelaskannya, BOF4 & Family Farming 2014 diselenggarakan Aliansi Organis Indonesia (AOI) bekerjasama dengan  Aliansi Petani Indonesia (API) , Pemerintah Kota Bogor, anggota AOI dan para pihak baik pemerintah, akademisi maupun swasta ingin menyampaikan pada publik (masyarakat) akan pentingnya pola hidup dan makanan sehat untuk tubuh serta proses produksinya hingga sampai di meja makan.
“Masyarakat terutama generasi muda kiranya bisa memikirkan kembali pola hidupnya, bagaimana cara makan dan bahan makanan yang dikonsumsinya. Apakah makanan itu organik, lokal dan sehat? Apakah proses produksinya memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan keluarga petani dan sebagainya?” tutur Ani.
Berbagai kegiatan di BOF4 dan Family Farming 2014 seperti pameran produk organik dan local; seminar “pentingnya peran perempuan dalam pertanian keluarga”; Organic Honey Lemon Shot (mengenal & menikmati aneka minuman kesehatan dari madu); pembukaan oleh Presiden IFOAM; klinik organic; talkshow: peta rasa pangan lokal, organic lifestyle for young generation, smart mom; kids planting; lomba mewarnai; interactive cooking; kelompencapir; pentas seni dan musik tradisional; talk & demo: tips dan trik membuat happy healthy smoothies vs juice, membuat permen dari sari buah, kerajinan dari koran bekas, kids planting; quize dan organic sale.
Menurut Sri Nuryati sebagai Direktur Program AOI, BOF sebagai event tahunan ini bisa menggerakkan publik untuk berperan aktif dalam menjaga dan menerapkan pola hidup sehat secara organik. Baik pola makan, bertani, maupun dalam kebiasaan sehari-hari. Dengan mengonsumsi pangan organik, masyarakat bisa lebih sehat dan petani bisa lebih sejahtera karena hasil panen lebih baik dengan harga lebih tinggi juga.
“Dengan peran aktif publik secara lebih luas, diharapkan perubahan lebih baik dalam hal kesehatan masyarakat dan lingkungan bisa terwujud dengan mudah. Begitupun kesejahteraan petani organik dan lokal bisa tercapai,” ungkap Sri.
Lebih lanjut Sri mengatakan bahwa pertanian organik mampu meningkatkan pendapatan usaha tani petani. Sampai saat ini harga produksi pertanian organik, utamanya beras dan berbagai sayuran, masih lebih tinggi dibandingkan komoditas konvensional. Contohnya adalah petani di Boyolali. Petani Appoli mampu menghasilkan gabah kering panen 1,5-2 ton atau 700-1000 kg beras dari lahan seluas 0,25-0,3 ha sekali musim tanam. Dengan harga beras Rp 15.000 per kg, maka pendapatan petani kotor mencapai Rp 45 juta per hektar.
Dalam perayaan Tahun Internasional Pertanian Keluarga 2014, IFOAM (International Federation Organic Agriculture Movements) pun mengakui peran penting dari pertanian keluarga dan petani kecil dalam produksi pangan dan ekonomi pedesaan berkelanjutan. IFOAM mendorong agar adopsi pertanian organik di pertanian keluarga sebagai pendekatan yang berkelanjutan. Ini didasarkan pada disiplin ilmu agroekologi yang terbukti efektif dalam mencapai intensifikasi ekologi, agronomi dan sosial ekonomi untuk pertanian rakyat.
Sementara itu menurut Ika N. Krisnayanti, Divisi Hubungan Internasional Aliansi Petani Indonesia, pertanian keluarga adalah basis produksi pangan yang berkelanjutan, bertujuan mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan, mengelola dan menjaga kelestarian lingkungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, serta menjadi landasan bagi pelestarian warisan sosial-budaya yang penting dari bangsa-bangsa dan komunitas pedesaan di seluruh dunia.
Dari berbagai sumber, tercatat sekitar 3 miliar penduduk dunia tinggal di pedesaan. Kebanyakan dari penduduk itu adalah keluarga yang melakukan kegiatan pertanian (disebut pertanian keluarga). Dari jumlah itu, sekitar 1,5 miliar perempuan dan laki-laki petani hidup dari 404 juta lahan pertanian kecil (kurang dari 2 hektar). Sementara, sekitar 410 juta orang mengumpulkan hasil hutan dan padang rumput, 100-200 juta menjadi penggembala, sekitar 100 juta merupakan nelayan kecil, dan 370 juta lainnya merupakan kelompok masyarakat asli yang sebagian besar bertani. Selain itu, 800 juta manusia bertanam di kebun-kebun (pekarangan) di perkotaan.
“Oleh sebab itu, pertanian keluarga mempunyai nilai strategis, karena memiliki fungsi ekonomis, sosial, budaya, lingkungan, dan kewilayahan (teritori). Baik perempuan maupun laki-laki dalam pertanian keluarga menyumbangkan 70% pangan dunia,” jelas Ika.(*)
_____________________________________________________________
Info selengkapnya:
Ani Purwati (081932898698/ani@organicindonesia.org)
Sri Nuryati (08128164009/sri@organicindonesia.org)
Ika N. Krisnayanti (08128387971/ikank@yahoo.com)