- Agustus 30, 2017
- Posted by: Divisi Media
- Categories: Artikel, Berita Umum
Penerapan teknologi prapanen belum cukup untuk mendukung upaya pencapaian sasaran kecukupan pangan, peningkatan pendapatan petani, dan pemerataan kesempatan kerja. Upaya tersebut harus didukung oleh pengamanan produksi melalui penerapan pascapanen. Usaha penyelamatan hasil padi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dapat dilakukan antara lain dengan meningkatnya kemampuan petani untuk memanen, merawat, mengeringkan, menyimpan, dan menggiling jadi beras, serta meningkatnya mutu hasil panen maupun hasil olahan.
Teknologi pascapanen dapat mengamankan hasil panen dan mengolah hasil panen menjadi komoditas bermutu, siap dikonsumsi, dan meningkatkan daya guna hasil maupun limbah hasil olahan. Petani melaksanakan proses pengamanan produksi pada tahap paling rawan, yaitu panen (pengumpulan, perontokkan, pembersihan, dan pengangkutan), pengeringan (penjemuran, pembalikan dan pembersihan), dan pengolahan (penggilingan, pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan). Upaya ini lebih banyak ditujukan untuk menyelamatkan kehilangan hasil daripada mengurangi susut maupun meningkatkan mutu karena terbatasnya kemampuan petani, baik dalam penguasaan teknologi, penyediaan sarana, maupun permodalan.
Mutu dan produksi padi sangat dipengaruhi oleh penanganan panen dan pascapanen. Penanganan panen dan pascapanen yang tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan SOP akan mengakibatkan mutu yang rendah dan kehilangan hasil, sehingga produksi berkurang.
Panen adalah suatu proses akhir dari tindakan manusia dalam hal budidaya tanaman dengan pertumbuhan tanaman yang akan terjadi perubahan secara fisiologis (rasa, kandungan bahan kimia) dan morfologis (warna, ukuran, bentuk). Proses pascapanen merupakan rangkaian masalah yang luas dan kompleks, yang tidak hanya ditentukan oleh masalah teknis tetapi juga melibatkan sosial dan ekonomi. Teknologi pascapanen tepat guna mutlak diperlukan karena berkaitan dengan jumlah dan mutu komoditas. Masalah pendayagunaan hasil dan limbah hasil panen serta hasil olahan perlu mendapatkan perhatian untuk dapat menunjang peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Konsorsium AOI telah memfasilitasi pelatihan panen dan pascapanen padi sawah organik yang telah dilakukan di tanggal 16 – 17 Desember 2016 di Desa Nanga Yen, Kecamatan Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan hari pertama merupakan penyampaian materi mengenai panen dan pascapanen padi sawah. Pelatihan ini dihadiri oleh 63 orang (12 orang laki-laki dan 51 orang perempuan). Tujuan pelatihan untuk menyampaikan cara mengetahui karakteristik tanaman siap panen, dan sistem pasca panen serta penanggulangannya. Di sela penyampaian materi juga diselingi oleh storytelling pengalaman petani terkait panen dan penangananan pascapanen.
Hari kedua membahas mengenai mekanisme pengelolaan lumbung padi dan mendata inventaris alat pertanian khususnya mesin penggiling padi. Lumbung padi merupakan bangunan penyimpanan padi-padi yang telah dirontokkan dan sebagai sarana untuk menyimpan cadangan pangan keluarga. Mekanisme yang dibangun dalam pengelolaan lumbung padi berbeda di setiap tempat ataupun wilayah. Tetapi prinsip dari pengelolaan lumbung padi ini tidak merugikan yang surplus dan tidak memberatkan yang minus dalam perolehan padi tiap musim tanam atau tiap tahun. Pengelolaan lumbung padi dibuat sedemikian rupa agar tidak merugikan siapapun. Harapan dengan adanya lumbung padi ini akan berdampak pada kemandirian pangan dan menjadikan Desa Nanga Yen sebagai lumbung padi bagi Kapuas Hulu.
Berdasarkan survei dari 4 kelompok tani yaitu Mentelung, Topin, Tengkuyung 1, dan Tengkuyung 2, dan dari data AFL (Aproved Farmer List) yang dikumpulkan ada 2 kelompok yang bisa dipakai untuk menghitung cadangan makanan. Data pertama adalah Kelompok Topin dengan rata-rata perkiraan panen 205 kg GKP menjadi beras 103 kg dengan kebutuhan tiap tahun sebesar 252 kg yang di hasilkan selisih hasil panen sebesar -149 kg beras/tahun. Artinya cadangan makan tiap 1 KK menunjukkan angka minus. Sumber untuk menutup kekurangan beras biasanya petani membeli beras ke tetangga dan toko dengan satuan gantang (1 gantang = 2,5 kg). Sedangkan dari Kelompok Mentelung dengan rata-rata perkiraan panen 900 kg GKP yang dapat menjadi beras 300 kg. Kebutuhan beras tiap tahun/KK sebesar 252 kg sehingga didapatkan selisih hasil panen 48 kg yang artinya surplus sebesar 48 kg. Ketika surplus, petani menyimpannya untuk cadangan makanan di tahun depan, dan ada juga diperuntukkan untuk pakan ayam dan sebagian di jual kepada tetangga.
Selain menghitung kebutuhan cadangan makanan, juga diidentifikasi inventaris peralatan yang ada di Desa Nanga Yen. Berdasarkan identifikasi tersebut terdapat 8 mesin penggiling padi, 3 mesin penggiling yang melakukan pelayanan masyarakat, dan 5 mesin penggiling lain mangkrak dikarenakan tidak ada operator. 8 buah mesin penggiling padi merupakan milik pribadi masyarakat.
Hasil dari pelatihan ini adalah (1) Meningkatnya pengetahuan dalam panen padi sawah yang baik dan penanganan pasca panennya, (2) Peserta mendapatkan pengetahuan tentang pengelolaan lumbung padi dalam upaya mendukung kemandirian pangan petani. (DYH)
#latepost