Membangun Pertanian Berkelanjutan di Wonogiri: Dari Diskusi ke Aksi

Pada 14 Februari 2025, diskusi kelompok terfokus (FGD) berlangsung di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Acara ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan—mulai dari petani, kelompok tani, organisasi masyarakat, akademisi, hingga pemerintah daerah—untuk membahas baseline study tentang praktik pertanian berkelanjutan di wilayah tersebut.

Dengan kehadiran sekitar 30 partisipan, FGD ini diselenggarakan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan Gita Pertiwi, serta dihadiri oleh kelompok tani seperti KWT Lestari Alam, Petani Peduli Lingkungan (PPL), dan Paguyuban Lereng Selonjono (PLS). Selain itu, hadir pula perwakilan dari Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri, BAPPERIDA, dan berbagai perguruan tinggi seperti UNS dan UTP.

Potret Pertanian di Wonogiri: Ketergantungan pada Pupuk Kimia dan Minimnya Pemahaman Berkelanjutan

Diskusi ini berangkat dari data baseline study yang menggambarkan kondisi pertanian di Desa Sendangmulyo, Wonogiri, Jawa Tengah. Rata-rata usia petani di wilayah ini adalah 42 tahun, dengan komoditas unggulan berupa padi, kedelai, dan jagung. Beberapa petani juga menanam kacang-kacangan di antara musim tanam mereka.

Namun, salah satu tantangan utama yang terungkap dalam kajian ini adalah rendahnya pemahaman tentang pertanian berkelanjutan. Sebanyak 57,5% petani mengasosiasikan pertanian berkelanjutan dengan tidak menggunakan bahan kimia sintesis, sementara sisanya tidak memiliki pemahaman yang jelas. Ketergantungan pada pupuk kimia sangat tinggi—100% petani masih menggunakannya dalam proses bertani. Dari segi pemasaran, mayoritas petani (95%) mengonsumsi sendiri hasil panennya. Sebagian kecil petani menjual hasil panen dan harus bergantung pada ketentuan harga tengkulak.

Tantangan dan Peluang: Mencari Solusi Bersama

Diskusi ini juga mengidentifikasi empat tantangan utama yang dihadapi petani Wonogiri:

  1. Sebagian petani masih menggarap lahan sewaan, yang membatasi kontrol mereka atas praktik pertanian.
  2. Generasi muda lebih memilih bekerja sebagai karyawan di luar Wonogiri daripada melanjutkan usaha tani.
  3. Harga jual panen yang rendah dan ditentukan oleh tengkulak membuat petani sulit mendapatkan keuntungan maksimal.
  4. Kualitas dan daya simpan hasil panen tidak stabil karena bergantung pada kondisi cuaca.

Menanggapi tantangan ini, AOI, Gita Pertiwi, dan Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri memfasilitasi diskusi partisipatif untuk menyusun langkah konkret menuju pertanian yang lebih berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan melalui penandatanganan perjanjian kerja sama antara AOI dan Gita Pertiwi, menandai awal dari upaya bersama untuk mengembangkan ekosistem pertanian berkelanjutan di Wonogiri.

Dengan hasil diskusi ini, harapannya adalah munculnya solusi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi dan keberlanjutan sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri untuk generasi mendatang.