- April 4, 2017
- Posted by: Divisi Media
- Categories: Artikel, Berita Umum
![](https://aoi.ngo/wp-content/uploads/2022/01/3s-1110x550.jpg)
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KAPUAS HULU – Sebagai seorang petani karet dan ladang berpindah, Khairul Fahmi (49) yang sehari-hari akrab dengan sapaan “Pak Irul” ini menghabiskan waktu siangnya di kebun karet dan ladang yang sedang digarapnya.
Petani yang akrap disapa pak Irul ini merupakan warga yang lahir dan besar di Desa Nanga Yen Kecamatan Hulu Gurung Kapuas Hulu. Hingga saat ini, Beliau bersama seorang istri dan dua anaknya tinggal di desa tersebut yang juga dikenal dengan Kampung Nanga Embau.
Sejak kecil, Pak Irul memang sudah diajarkan hidup dengan cara menggarap ladang berpindah dan menggarap karet oleh orang tuanya, karenanya hingga saat ini beliau juga menekuni pekerjaan sebagai petani sebagaimana orang tuanya.
Di Nanga Yen Pak Irul dikenal sosok yang aktif membangun desa, beliau pernah diamanahi jabatan bendahara desa. Selain itu, saat ini Ia juga memegang jabatan sebagai Ketua MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) Desa Nanya Yen. Tidak hanya itu, pria paruh baya ini juga dipercaya menjadi Manajer usaha produksi lemak tengkawang yang sedang akan dikembangkan oleh Koperasi Unyap Bina Usaha Desa Nanga Yen.
Sebagai seorang petani, Pak Irul dan keluarga menggantungkan keberlangsungan hidup dari hasil pertanian. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan agar hasil pertaniannya memuaskan.
Mulai dari menyiapkan lahan ladang dengan menebangi hutan, membakar hingga menngunakan pestisida dan pupuk kimia untuk mengusir hama. Hal ini sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu.
Namun kini, proses pertanian yang demikian secara perlahan mulai ditinggalkan Pak Irul. Pasalnya Ia mulai menyadari bahwa proses tersebut sangat membahayakan kesehatan dan ekosistem yang ada di sekitar lahan pertanian.
Berbekal ilmu yang didapatkannya dari pelatihan-pelatihan dan pendampingan tentang pertanian organic yang dilakukan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), kini Pak Irul mulai mengembangkan pupuk organic dan mulai menggarap sawah secara organic. Ilmu tersebut sudah diaplikasikannya bersama kelompok tani dan koperasi Nanga Yen sebanyak 12 petak sawah organic dan diresmikan oleh Kepala Dinas Pertanian Kapuas Hulu akhir Januari lalu.
‘Untuk membuat pupuk organic dapat dengan beberapa cara dan bahan, semua bahannya tersedia di lingkungan kita, misalnya pupuk cair menggunakan air bekas cucian beras, gula dan air rendaman akar bamboo, ini sangat murah dibanding membeli pupuk kimia”. Terang Pak Khairul.
“Sebagai petani organic pemula, saya dan masyarakat Nanga Yen masih perlu banyak belajar dan pendampingan Konsorsium AOI agar nantinya kami bisa menggarap seluruh pertanian secara organic dan alami,” tambahnya.
Agus Dwi Wahyudi, SP, Staff AOI Program Pertanian Organik menuturkan bahwa saat ini sedang memfasilitasi petani di Nanga Yen menggarap pertanian organic.
‘Kami Konsorsium AOI bersama petani sedang menggarap pertanian organic, walaupun saat ini masih terbatas hanya sampai pencetakan Demonstration Plot (Demplot) sawah organic seluas 0,3 Ha, harapan kami untuk sekian tahun kedepan, desa Nanga Yen bisa mandiri pangan organic”. Kata Agus.
Program pertanian organic ini merupakan salah satu program pendampingan yang dilakukan Konsorsium AOI, PRCF Indonesia, Lembaga Energi Hijau, Rumpun Bambu Nusantara atas dukungan MCA-Indonesia dalam upaya pengembangan Hutan Desa dan pemanfaatan HHBK di Kapuas Hulu sejak Agustus 2016 hingga Desember 2017.