Ponorogo – Beberapa warga Ponorogo kini bisa merasakan berhemat saat memasak. Bagaimana tidak, warga Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, ini memiliki biogas untuk memasak setiap harinya. Setidaknya ada enam rumah yang kini memiliki biogas.
Penggunaan gas elpiji pun berkurang drastis dengan adanya biogas ini. Cara kerjanya pun terbilang mudah. Cukup masukkan kotoran sapi ke dalam lubang reaktor hingga penuh kemudian diolah menjadi bahan bakar gas.
Kepala Desa Bringinan, Subarno saat ditemui menuturkan awalnya karena warga desanya banyak yang memelihara sapi dan kotorannya belum termanfaatkan secara maksimal. Saat itu hanya dijadikan kompos atau malah ditumpuk begitu saja.
“Akhirnya terpikirkan untuk membuat biogas dari kotoran sapi,” tuturnya kepada detikcom saat ditemui di Balai Desa Bringinan, Rabu (17/1/2018).
Barno sapaannya, mengajukan proposal untuk bantuan reaktor di desanya melalui program Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada tahun 2016 lalu. “Baru tahun 2017 disetujui dan diberikan dua reaktor yang bisa mengaliri gas untuk enam rumah,” jelasnya.
Untuk bisa memasak menggunakan biogas ini, satu reaktor harus diisi 8 kg kotoran sapi. “Nantinya gasnya bisa dialirkan ketiga rumah yang tersambung dengan satu reaktor ini,” ujarnya.

Biogas untuk memasak warga Ponorogo/
Biogas untuk memasak warga Ponorogo/ Foto: Charolin Pebrianti

Salah satu warga, Mbah Wagiman mengaku terbantu dengan adanya biogas ini karena selain bisa menghemat gas elipiji untuk memasak juga sisa dari pengolahan ini bisa dijadikan sebagai kompos.
“Dalam satu bulan bisa menghemat gas elpiji, kalau biasanya sebulan habis empat tabung melon, saya hanya tiga tabung melon saja, soalnya biogasnya untuk tiga rumah,” terangnya.
Ia bahkan mengaku tak khawatir lagi saat gas elpijinya habis, ia tinggal menggunakan biogas yang sudah terhubung ke rumahnya.
Ia berharap dengan adanya biogas di rumahnya ini bisa menjadi contoh untuk warga lain agar mau memanfaatkan kotoran sapinya sebagai bahan bakar. “Saya berharap warga lain juga ikut menggunakan biogas agar tidak risau lagi saat pasokan elpiji telat atau gas elpijinya tiba-tiba habis, bisa langsung menggunakan biogas ini,” tandasnya.
Sementara itu Subarno juga memanfaatkan kotoran sapi yang melimpah di desanya sebagai bahan baku pembuatan pupuk kandang. Kotoran sapi yang dibuang oleh tetangganya ini kemudian ia olah menjadi pupuk kandang yang bernilai jual tinggi.
Pria yang akrab dipanggil Barno ini menjelaskan awalnya ia prihatin dengan kesehatan warganya yang memiliki sapi tiap rumah namun kotoran sapinya dibuang begitu saja tanpa ada pengolahan lebih lanjut.

Kotoran sapi dijadikan biogas dan pupuk kandang/Kotoran sapi dijadikan biogas dan pupuk kandang/ Foto: Charolin Pebrianti

“Jadi saya berfikir untuk mengolah kotoran sapi ini sebagai pupuk kandang,” ucapnya.
Namun sayangnya karena belum memiliki izin atau nama atas pupuk organik buatannya, Barno mengaku menjual pupuknya jika ada yang datang dan membeli langsung ke rumahnya.
“Sementara pupuk untuk kalangan sendiri dan harus datang ke rumah saya untuk beli,” paparnya.
Usaha yang digelutinya sejak tahun 2007 lalu ini ternyata membuahkan hasil, banyak petani terutama petani yang menanam sayuran dan buah datang ke rumahnya untuk membeli pupuk organik buatannya. “Cara pembuatannya pun saya sendiri yang membuat, jadi tetap terjaga kualitasnya,” tukasnya.
Pria yang pernah menjadi TKI ini melanjutkan dalam satu bulan ia mampu memproduksi 5-6 ton pupuk kandang yang dibantu oleh dua orang pekerja. Satu karung isi 40 kg pupuk bubuk halus dijual dengan harga Rp 20 ribu. “Kalau yang granul satu karung dijual Rp 25 ribu,” imbuhnya.
Bapak dua orang anak ini yakin pupuk buatannya ini mampu mengarah kepembentukan tanah ada kandungan makro dan mikro sehingga tanah di sawah jauh lebih mudah dibajak dan penyerapan hara tanaman jadi lebih mudah. “Kalau pakai pupuk ini sebelum tanam bisa menghemat penggunaan pupuk kimia 30%,” pungkasnya.
(fat/fat)
 
Charolin Pebrianti – detikNews
Sumber : https://goo.gl/78FVhp