BANYUWANGI, KOMPAS.com – Jika berencana menghabiskan liburan akhir tahun ke Banyuwangi, anda wajib berkunjung di Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jawa Timur. Pasalnya di desa yang berada di bawah kaki Gunung Raung ini menghasilkan buah naga organik yang bebas dari residu berbahaya.
Ada 40 hektar lahan pertanian di Desa Tegalarum yang ditanami buah naga secara organik oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani Pucangsari yang terdiri dari 80-an petani.
“Sejak pertama kita menanam buah naga sudah secara organik. Tidak ada suntikan bahan kimia dan pupuk yang digunakan juga secara organik. Buah naga yang dihasilkan oleh petani desa kita sudah tersertifikasi,” kata Rukiyan, ketua kelompok tani Pucangsari kepada Kompas.com, Kamis (21/12/2017).
Ia mengatakan kelebihan dari buah naga organik adalah lebih tahan lama hingga 25 hari sedangkan buah naga yang tidak organik hanya bertahan sekitar seminggu sampai 10 hari.
“Selain itu rasa manis, teksturnya tentu berbeda dengan yang tidak organik. Yang paling penting buah ini lebih sehat,” ujarnya. Selain buah naga, desa tersebut juga mengahasilkan jambu kristal dan juga jeruk organik.
Musim panen buah naga di Desa Tegalarum untuk tahun ini dimulai bulan Desember 2018 hingga bulan Mei 2019.
Untuk sekali musim, dengan luas lahan 40 hektar, hasil panen buah naga organik kelompoknya sebanyak 1.600 ton dengan nlai ekonomis yang lebih tinggi.
“Dengan modal Rp 40 juta juta per hektar, kami bisa memperoleh Rp 560 juta setiap musimnya sekitar enam bulan,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam per bulan, kelompok tani Pucangsari mengirim 40 ton ke Jakarta, 15 ton ke Malang, 8 ton ke Bogor, Bali, Blitar.
“Untuk ke Singapura per bulan kita kirim 4 ton. Sebenarnya banyak permintaan tapi kita menjaga kualitas. Untuk ukurannya buah naga organik antara 4 sampai 6 ons per buah. Ada juga yang minta lebih kecil ukurannya sekitar 3 ons. Tapi kita tidak bisa penuhi,” kata Rukiyan.
Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, kepada Kompas.com menjelaskan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyediakan outlet khusus produk organik yang diletakkan di Bandara Banyuwangi. Salah satunya adalah menyediakan buah naga organik dari Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu.

Buah naga organik di Desa Tegalsari, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Buah naga organik di Desa Tegalsari, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.(KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI)

“Buah naga organik ini bisa menjadi buah tangan atau oleh-oleh. Bisa datang langsung ke desa atau tinggal beli di bandara. Kita packing sedemian rupa agar lebih menarik, jadi nggak harus dimasukkan kresek. Nanti kalau ke Jakarta saya akan bawa buah naga ini buat oleh-oleh,” katanya.
Menurut Anas, Pemkab Banyuwangi juga memfasilitasi sekolah lapang kepada para petani buah untuk menjalankan praktik agrikultur yang baik atau good agricultural practices (SL-GAP) dan good handling practices (SL-GHP). Dengan penanganan yang baik, buah naga organik bisa terjaga kualitasnya dengan rasa buah lebih manis dan tekstur lebih renyah.
“Nilai ekonomisnya pastinya lebih tinggi dari yang tidak organik. Selisihnya bisa Rp 4.000-5.000 di tiap kilogramnya, tentu lebih mahal yang non-organik. Dan saat ini Banyuwangi adalah sentra buah naga nasional,” kata Anas.
Ia menambahkan, dengan luasnya lahan pertanian buah naga bisa menjadi alternatif kunjungan wisatawan yang datang ke Banyuwangi.
Saat ini, luas panen buah naga di Banyuwangi 2.283 hektare dengan produksi 117.709 ton.
 

Penulis : Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
Editor : I Made Asdhiana