JAKARTA, 13 Desember, 2022 – Krisis pangan menjadi momok di seluruh dunia seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, terbatasnya lahan dan sumber daya alam, dan krisis iklim yang terjadi diseluruh dunia. Krisis pangan bukan hanya tentang ketersediaan pangan tapi juga tentang kualitas pangan. Pertanian organik memiliki peran dan kontribusi dalam menyediakan pangan yang berkualitas dan memastikan sistem pangan berkelanjutan. Pertanian organik setidaknya memiliki empat prinsip utama yang selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan antara lain prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan.

“Pangan organik bukan hanya lifestyle segelintir orang, tapi jadi kesadaran bersama untuk pangan dan planet yang berkelanjutan,” terang Emilia Setyowati, Presiden Aliansi Organis Indonesia dalam pembukaan acara Diskusi Publik Pertanian Organik Solusi Pangan Berkelanjutan.

Diskusi Publik dengan topik Pertanian Organik Solusi Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Aliansi Organis Indonesia bertujuan untuk menghimpun beragam perspektif dan menghasilkan narasi yang lebih lengkap tentang upaya pembangunan pangan berkelanjutan. Dalam diskusi ini, hadir lima narasumber dari latar belakang beragam antara lain Noor Avianto, S.P, M.Agr selaku Koordinator Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS, Diah Ariyani, Koordinator Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan BAPANAS, Dr. Adi Setiyanto, M.Si selaku Analis Kebijakan Muda Kementerian Pertanian, Ir. Bibong Widyarti sebagai Petani dan Peneliti Pertanian Organik, dan Pius Mulyono Direktur Aliansi Organis Indonesia.

Dalam diskusi ini, Noor Avianto, S.P, M.Agr selaku Koordinator Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS menyatakan ada setidaknya dua aspek penting yang dibangun dalam roadmap pertanian organik dalam rencana pembangunan ketahanan pangan Indonesia yang holistik, antara lain aspek harga untuk petani dan juga aspek pemasaran dari masyarakat. Lebih jauh, Noor menegaskan, “Pertanian organik juga menjadi bagian dari regenerative food system dan mendorong tumbuhnya ekonomi sirkular.”

Di sisi lain, Badan Pangan Nasional (BAPANAS) menegaskan peran pertanian organik sebagai solusi pangan antara lain integrated production yang mengarah kepada kemandirian pangan untuk smallholder farmer, meningkatkan pendapatan dan akses terhadap pangan yang beragam, dan partisipasi dalam perlindungan sumber daya alam dan lingkungan untuk memastikan produksi pangan yang berkelanjutan.

Menyadari peran ini, Diah Ariyani, Koordinator Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan BAPANAS dalam presentasinya juga menekankan arah kebijakan pengembangan pangan  organik ke depannya dengan mendorong revisi Regulasi Sistem Pertanian Organik dan Revisi SNI Pertanian Organik. Revisi ini diharapkan dapat mengakomodir lebih banyak perkembangan dalam praktek pertanian organik di Indonesia.

Sementara itu, Kementerian Pertanian yang diwakilkan oleh Dr. Adi Setiyanto, M.Si juga menyoroti tantangan pengembangan pertanian organik dalam hal akses sertifikasi produk organik yang mahal bagi petani kecil. “Kementan mendorong adanya penjaminan mutu atau sertifikasi yang lebih murah dan terjangkau mulai dari lahan, input, proses produksi, panen, hingga pasca-panen agar produk pangan organik memiliki pasar yang lebih luas,” tegas Dr. Adi Setiyanto, M.Si dalam sesi presentasinya.

Pernyataan ini sejalan dengan gerakan Penjaminan Mutu Organis Indonesia (PAMOR) yang digagas dan digerakkan oleh Aliansi Organis Indonesia. “PAMOR Indonesia yang merupakan Participatory Guarantee System (PGS) atau sistem penjaminan partisipatif menjadi suatu solusi untuk menjawab tantangan mahalnya dan sulitnya akses sertifikasi organik bagi petani kecil di Indonesia,” terang Pius Mulyono, Direktur Aliansi Organis Indonesia.  

Disambut oleh Bibong Widyarti, Petani dan Peneliti Pertanian Organik juga menyuarakan peran pertanian organik dalam upaya membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan. Mengambil studi kasus diversifikasi pangan sumber karbohidrat di 7 kelompok masyarakat adat di beberapa wilayah di Indonesia, faktanya sekitar 80-100% menjadikan beras sebagai sumber pangan karbohidrat utama disusul komoditas singkong, sagu, jagung, ubi-ubian, kentang, biji-bijian, dan olahan gandum.

 “Saat ini kita memasuki pertanian organik 3.0 dimana kita berfokus dalam diversifikasi pangan, memperluas konversi lahan organic, dan mendorong pertanian organik yang inklusif,” jelasnya.

Dalam penutup diskusi, Dewi Hutabarat dari Koperasi Benih Kita Indonesia selaku moderator menyimpulkan dan mendorong rencana tindak lanjut yang sinergis antara BAPPENAS, BAPANAS, Kementan, Peneliti, dan NGO untuk mengembangkan pertanian organik secara holistik, antara lain dengan mendorong revisi regulasi tentang Pertanian Organik, mendorong adaptasi dan pengakuan Sistem Penjaminan Partisipatif di Indonesia, dan secara berkala menyediakan Statistik Pertanian Organik Indonesia untuk mendukung pangan yang berkelanjutan.

Jakarta, 13 Desember 2023 – Narasumber kunci dari BAPPENAS, BAPANAS, Kementerian Pertanian, dan Aktivis Pertanian Organik berbagi perspektif tentang pertanian organik dan kaitannya dalam upaya mewujudkan pangan berkelanjutan.

PAMOR Indonesia: Penjaminan Partisipatif Memperkuat Praktik Pertanian Organik dan Mendorong Berkembangnya Pasar Organik Lokal

Dalam rangka memperkuat praktik pertanian organik dan mendorong berkembangnya pasar organik lokal, Aliansi Organis Indonesia mengembangkan PAMOR Indonesia. PAMOR Indonesia adalah sistem penjaminan partisipatif dalam pertanian organik yang melibatkan petani atau produsen dengan pihak lain seperti pedagang, konsumen, LSM, dan pemerintah daerah dalam menilai sistem mutu suatu produk yang sesuai dengan standar organik. Sistem penjaminan partisipatif atau dalam nama internasional disebut Participatory Guarantee System (PGS) adalah sistem jaminan kualitas yang berfokus pada produk lokal dimana PGS menjamin produsen organik berdasarkan partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan dan dibangun atas dasar kepercayaan, jejaring sosial, dan pertukaran pengetahuan (definisi IFOAM, 2008).

Pemutaran Video PAMOR Indonesia merupakan upaya untuk sosialisasi lebih luas kepada berbagai stakeholder tentang adanya penjaminan organik yang multipihak, partisipatif, dan mengakomodir kebutuhan petani dan produsen organik skala kecil dan menengah. PAMOR Indonesia mengambil peran dalam memperkuat praktik pertanian organik dan mendorong berkembangnya pasar organik lokal, dimana selama ini petani kecil kesulitan mengakses sertifikasi organik pihak ketiga dan rentannya kemandirian petani sebagai aktor utama dalam rantai pertanian organik.

“PAMOR Indonesia sebagai PGS Indonesia menjadi solusi untuk petani organik kecil dan menengah untuk mendapatkan akses penjaminan mutu yang terpercaya dengan biaya yang terjangkau, sehingga ke depannya dapat meningkatkan produksi dan mengembangkan pasar organik di Indonesia” jelas Pius Mulyono, Direktur Aliansi Organis Indonesia.

PAMOR Indonesia pertama kali digagas pada tahun 2008. Gerakan PAMOR Indonesia terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya Unit-unit PAMOR di berbagai daerah di Indonesia. Sampai Desember 2022, terdapat sekitar 13 Unit PAMOR di setidaknya 6 provinsi di Indonesia, antara lain Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Produk organik yang dijamin oleh PAMOR Indonesia antara lain tanaman pangan, holtikultura, produk liar (wild product), produk olahan organik, jamur, peternakan, perkebunan, dan asupan organik.

Para pihak yang tergabung dalam kesatuan Unit PAMOR membangun skema penjaminan organik mulai dari standar, sistem pengawasan, pelaksanaan, hingga evaluasi sistem. Hal ini menggambarkan adanya kepedulian bersama banyak pihak terhadap kesejahteraan produsen, keamanan produk pertanian, keberlanjutan pangan, pertanian, dan kehidupan. PAMOR Indonesia mengacu pada  standar dasar PAMOR Indonesia dan SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik. PAMOR Indonesia bertujuan memberikan penjaminan atas produk organik yang dihasilkan di pasar lokal hingga nasional, khususnya diprioritaskan bagi produk yang dihasilkan oleh kelompok tani atau produsen menengah dan kecil.



Tinggalkan Balasan